Bila semua orang saling memaafkan mungkin tak akan terjadi seorang ibu, seorang anak, atau seorang suami dipisahkan dari keluarganya untuk selamanya atau untuk berbulan-bulan
Bila semua orang saling memaafkan, mungkin tak akan ada gembel yang mati karena digebuki
Bila semua orang saling memafkan, mungkin tak akan ada orang berpangkat yang jatuh miskin
Tak peduli siapa yang lebih dulu melakukan kesalahan. Pernahkan kita mencoba memaafkannya, mengikhlaskan semua yang terjadi dan mencoba mencari solusi atau langkah apa yang paling baik diambil. Tentu dengan pikiran dingin. Hal ini berbeda dengan sikap pasrah. Berbeda juga dengan orang yang kelihatan tidak takut dengan siapa pun dan siap naik banding.
Kawan hidup bukan peremainan, sinetron, sandiwara, yang pemenangnya adalah kebenaran. Semua orang memiliki persepsi kebenaran. Ada jutaan bintang bercaya diciptakan, diluar angkasa yang luas, di banyak galaksi yang beredar. Bumi terlihat hanyalah bulatan biru kecil yang didalamnya terdapat manusia. Tak terlihat nama benua, nama ras, nama perbedaan penduduknya dari atas angkasa. Seyogyanya indah bila manusia didalam bumi yang kecil ini saling melindungi.
Dalam hidup berbagai karakter manusia dapat dijumpai ada yang pemarah, penuh dendam, penuh topeng. Tapi hal ini bukanlah alasan untuk membunuh karakter seseorang. Allah berfirman janganlah kamu berbuat kerusakan seperti orang-orang yang tedahulu.
Seperti Adolf Hitler yang membantai bangsanya sendiri karena ia merasa Jerman adalah pemimpin masa depan dan hanya bibit yang baik yang dapat menghasilkan generesi yang baik pula (teori evolusi, makhluk yang banyak bertarung, yang dapat bertahan). Tidak ada tempat bagi orang cacat, lemah, idiot atau petani miskin. Melirik pada contoh lain yaitu kekejaman para pasukan Tatar yang tidak memanusiakan manusia bahkan mayatpun masih harus diperlakukan dengan penuh siksa.
Sesungguhnya Allah membenci orang-orang yang berbuat kerusakan. Cara melindungi dunia dari kesedihan dan ketidakadilan bukan dengan cara menghancurkan manusianya tapi dengan mencintainya. Karena dendam tak akan pernah padam, hati yang terbakar akan selalu menyala seperti bara api, semakin dituruti akan semakin besar kobarannya. Akan lain perihalnya bila membalas perbedaan dengan mencintainya, melindungi bumi dengan mencintainya.
Cintailah tipuan mereka, tentu mereka begini karena contoh yang sebelumnya. Mungkin dimata mereka semua “menguntungkan”. Tapi apakah contoh yang sebelumnya bisa berakhir dengan hidup yang baik? Kasihanilah mereka karena sesungguhnya hati mereka kesepian, selalu diisi kehampaan, semakin perut diisi makanan semakin terasa hambar, tak pernah kenyang. Sedangkan orang yang mengisi perutnya dengan makanan halal dan dikelilingi cinta, bisa tidur nyenyak tanpa gusar setiap harinya. Memilih jalan lurus atau jalan yang kelihatannya lurus perlu tekad agar tidak menyesal. Mulai dari sekarang terbuka mata dengan perbedaan, cintai dengan hati. Perbedaan bukan untuk diikuti, ditendang atau dipaksakan, melainkan untuk dicintai.
“Tunjuki kami jalan yang lurus (benar)” (Al-Fatihah:6)
Yang dimaksud dalam ayat ini bukan sekedar memberikan hidayah saja, tetapi juga memberikan taufik (pertolongan) untuk mencapai jalan yang benar. Karena hati manusia sesungguhnya lemah, mudah berubah dan mudah dihasud ketika iman lemah.
“(yaitu) jalan orang-orang yang telah engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat” (Al-Fatihah:7)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar